Skip to main content

Menimba Ilmu Sejarah dari Pertarungan Arung Palakka

Mungkin tak banyak yang tahu kalau Pulau Buton (kadang disebut Butung), pernah menjadi tempat pelarian Arung Palakka dari kejaran pasukan Sultan Hasanudin. Pelajaran sejarah yang pernah singgah tatkala kecil dulu paling hanya menjabarkan kalau si pangeran berambut panjang ini hanyalah seorang pengkhianat. Mengapa? karena pada umumnya para pembaca hanya menulusuri berbagai literatur barat yang merupakan antikus dengan Arung Palakka.
Ia berlari mencari bantuan VOC dan melawan pahlawan Indonesia. Tapi apakah kita tahu bahwa ternyata buat sebagian orang khususnya orang Bone dan Buton, Arung Palaka bukanlah sosok jahat, yang seperti didiskreditkan sekarang ini.
Alkisah, sekitar tahun 1660, Bone dan Gowa bertikai. Arung Palakka sebagai salah seorang pemimpin Bone tidak bisa menerima perlakuan para bangsawan Gowa yang menindas rakyatnya. Perlakuan kerja paksa untuk membangun benteng di perkubuan daerah Makassar jelas membuat rasa siri (harga diri)-nya tercabik-cabik, apalagi setelah para bangsawan Bone juga dipaksa ikut kerja paksa tersebut.
Akhirnya bersama Tobala, pemimpin Bone yang ditunjuk oleh Gowa, mereka melakukan perlawanan dengan melarikan orang-orang Bugis dari kerja paksa tersebut. Sebenarnya para prajurit Gowa hanya mencari Tobala karena dianggap tidak mampu mengawasi budak dari Bone tersebut.
Namun, Arung Palakka yang merasa tidak memiliki tempat lagi di bumi yang disebut Belanda Celebes memutuskan pergi saja untuk mencari orang yang dapat menolong mengembalikan SIRI  mereka. Dan sebelum ia pergi ke Pulau Jawa, terlebih dahulu ia berlari ke Buton untuk mencari perlindungan Raja Buton X yang waktu itu bernama La Sombata atau lebih dikenal bergelar Sultan Aidul Rahiem.
Pada saat pasukan Gowa mencari Arung Palakka hingga ke Buton. Sultan Buton bersumpah bahwa mereka tidak menyembunyikan Arung Palakka di atas pulau mereka.
”Apabila kami berbohong, kami rela pulau ini ditutupi oleh air,” ucap Sultan Buton yang diucapkan kembali oleh salah seorang penerusnya. Ternyata sumpah tersebut dianggap sah karena pada kenyataannya Pulau Buton memang tidak pernah tenggelam hingga saat ini. Lalu di mana letak kebenaran sejarah yang menyatakan bahwa benar lokasi yang sekarang dijadikan sebagai salah satu objek wisata sejarah disana, merupakan tempat Arung Palakka bersembunyi?

Ceruk
Sistem batuan di daerah Buton bisa jadi merupakan salah satu alasan yang jelas mengenai hal ini. Daerah batuan berkarang dengan ceruk-ceruk kecil di sepanjang bukitnya, sangat menggambarkan kebenaran sejarah tersebut.
Pernyataan Sultan Buton pada saat menyembunyikan Arung Palakka dianggap benar. Mereka tidak menyembunyikan Arung Palakka di atas dataran tanah mereka. Namun di antara ceruk-ceruk tersebut. Yang menurut pendapat orang Buton bukanlah sebuah dataran, melainkan goa, yang berada di dalam tanah. Kepintaran bersilat lidah Sultan Buton inilah yang akhirnya menyelamatkan Arung Palakka dari pengejaran pasukan Gowa.
Hal ini juga dibenarkan oleh pemuka adat setempat yang bernama La Ode Hafi’i. Ia menjelaskan bahwa antara kesultanan Buton dan Bone sejak dahulu memang telah terikat dalam perjanjian sebagai saudara. ”Bone raja di darat, Buton raja di laut,” ucapnya memberitahu isi ikatan tersebut pada saya, akhir bulan lalu.
Hal itu juga yang mendasari mengapa Sultan Buton memutuskan menolong Arung Palakka dan turut membiayai Arung Palakka bersama 400 lebih pengikutnya menuju Batavia.
Ceruk bersejarah tersebut kini berada di sekitar tiga kilometer dari pusat Kota Bau-Bau. Tak sulit mencarinya karena berada tak jauh dari benteng Wolio, yang terletak di daerah paling tinggi di Pulau Buton.
Menuju ke ceruk tersebut juga tidak sulit. Hanya daerahnya yang agak terjal membuat kita harus agak berhati-hati melewatinya.
Saat saya akhirnya tiba di goa tersebut. Hilang semua pemikiran saya mengenai gambar sebuah goa pada umumnya di Jawa. Tempat persembunyian Arung Palakka tersebut lebih pantas bila dikatakan ceruk dengan air yang terus menetes-netes dari atapnya.
Kemudian ada sedikit daerah yang kini diberi plesteran semen, yang disinyalir sebagai tempat Arung Palakka duduk bersembunyi. Tak bisa kita berdiri tegak di sini, agak bungkuk untuk menghindari bagian tajam yang menghiasi atas ceruk. Namun dapat dipastikan, banyaknya air yang terus menetes dari atas ceruk yang bisa membuat Aru Palakka bisa bertahan lama di sana.

Rumah Adat
Hal keberadaan singgahnya Aru Palakka kemudian dikuatkan juga oleh pernyataan ahli waris kesultanan Buton. Keluarga istana yang rumah tinggalnya kini dijadikan rumah adat. Yang bisa didatangi siapa saja untuk menjelaskan keberadaan rakyat Buton, juga tidak menyangkal hal tersebut. Di rumah adat berkamar enam dan berlantai dua itu, juga terpampang foto dan patung Arung Palakka. Ini menandakan memang benar keberpihakan kesultanan Buton pada Arung Palakka. Bahkan mereka tidak merasa itu sebuah kesalahan, karena memang perjanjian adat yang ada sudah mengikat mereka dengan Bone.
Terlepas dari benar tidaknya sejarah tersebut. Satu yang harus dicatat, adalah mengenai tingginya perhatian masyarakat Buton terhadap masa lalunya. Bahkan dengan Arung Palakka yang relatif orang luar Buton (dan dianggap pengkhianat pada masa Orde Baru), mereka tetap mengenang keberadaannya di sana.
Lalu timbul pertanyaan, masih tersisakah rasa penghormatan itu pada diri manusia Indonesia pada umumnya kini? Pahlawan sendiri kadang kita lupakan juga. Ya Allah generasi kini sudah lupa fundamentalitasnya sendiri hingga kapan berakhir fenomena ini? Tanya pada rumput yang bergoyang.
Teluk Bone

Comments

Popular posts from this blog

Lontara' Baca-Baca

Bangsa bugis seperti halnya bangsa-bangsa di dunia memiliki semacam kepercayaan atau keyakinan yang dijadikan sebagai pegangan atau petunjuk hidup dalam melakoni hidupnya. Tidak dapat dipungkiri, bahwa dalam era globalisasi sekarang ini disamping menyandarkan hidup kepada Allah Yang Maha Esa  masih sering didapati di tengah-tengah kehidupan masyarakat Bugis mempercayai sesutu tradisi budaya yang dianggapnya dapat dijadikan sebagai petunjuk atau pananrang atau rapang dalam kehidupannya. Percaya atau tidak ? Berikut ini kami haturkan untuk Anda. 1.  Petunjuk Dasar Hidup dan  Petunjuk Waktuyang biasanya dipakai ketika kita akan memulai sesuatu : Hari/Jam 6 - 8 8 - 11 11 - 12 12 - 13 3 - 6 SENIN Kosong Mayat Berisi Pulang Kosong Hidup SELASA Puilang Kosong Kosong Hidup Mayat Berisi

Tata Cara Perkawinan Adat Bugis Bone

BUGIS POST , Setiap suku bangsa di dunia tentu memiliki adat kebiasaan atau tradisi yang menjadi ciri khas daerahnya. Demikian pula Bangsa Bugis khususnya suku Bugis Bone. Berikut ini kami akan paparkan secara lengkap tentang kronologis dan tatabahasa yang sering digunakan oleh bangsa bugis dalam melaksanakan hajatan pernikahan tersebut. I. MAMMANU'-MANU' = MAPPESE'-PESE' = MAPPAU RI BOKO TANGE' = MABBALAWO CICI = MABBAJA LALENG : Artinya Menjajajki, pendekatan, pembuka jalan, merintis. II. LETTU' = MASSURO = MADDUTA. Artinya Melamar atau menyampaikan lamaran atau meminang yang dilakukan oleh salah seorang atau masing-masing duta dari kedua belah pihak untuk berdialog dan waktu melamar belum melibatkan banyak orang. Biasanya paling banyak 3-5 orang dari masing-masing pihak termasuk kedua duta. III. MAPPASIAREKENG. Artinya mengukuhkan kembali apa yang telah disepakati oleh kedua duta yang dihadiri oleh sespuh dari masing-masing pihak. dalam

Bendera Pusaka Kerajaan Bone

Bendera Persekutuan VOC dengan Bone Kerajaan  Bone didirikan  Tahun 1330, ketika serikat antara tujuh negara kuno  yakni Ujung, Tibojong, Ta, Tanete Riattang, Tanete Riawang, Ponceng, dan Macege dilakukan  oleh Mata Selompu.   Beliau  diundang oleh dewan penasihat dari tujuh penguasa menjadi penguasa tertinggi pertama dari federasi  ketujuh  kerajaan  yang  menggabungkan diri menjadi kerajaan Bone.   Pada tahun 1582  Bone, Soppeng,  dan  Wajo, mendirikan aliansi TallumpoccoE  yang mendominasi wilayah tersebut selama beberapa dekade. Islam menjadi agama negara pada  1608 ketika Arumpone dikonversi dan mengadopsi raja-raja  menjadi Sultan.  Seperti Arung Palakka yang digelar Sultan Saaduddin. Selama abad  ke babak  berikutnya Negara Bone  ditaklukkan oleh Gowa beberapa kali yakni  pada tahun 1611, 1640  dan  akhirnya  di 1644. Pada kesempatan terakhir itu Bone kehilangan kemerdekaannya dan menjadi jajahan  kerajaan Gowa - Makassar.  Keraj